Gudhel ( Tidak Sedang ) Mbangun Kahyangan

oleh : Hendro Prabowo

Judul di atas mulanya memang terbetik dari lakon wayang yaitu “ Semar Mbangun Kahyangan “. Tapi segera saja disemprit oleh seorang kawan wartawan. Katanya lakon wayang tersebut nggegirisi bin sangar. Tiap kali dipentaskan pasti akan ada yang mati di daerah tersebut. Setiap yang nanggap lakon tersebut tidak lama kemudian pasti mati. Lakon tersebut hanya cocok untuk yang siap mati dan berani mati. Mosok ya o ameh ngejibke …

Gudhel memang sedang membangun sebuah rumah. Gudhel adalah mantan ketua Teater SOPO tercinta ini. Dia adalah jebolan jurusan Sosiologi yang berpikiran sangat maju. Nyrempet – nyrempet post – modernisme lah. Dan Gudhel memang sedang membangun sebuah rumah. Bukan kahyangan.

Sebuah rumah sederhana di daerah pedesaan pinggiran Solo. Masih ada suara kodok ngorek di sana. Masih ada kerlip konang. Masih lumayan ndeso, walaupun mungkin hanya akan bertahan sebentar saja. Karena di daerah sekelilingnya sudah mulai muncul perumahan mewah satu pintu itu. Pokoknya Gudhel sedang membangun rumah. Bukan kahyangan.

Nah, yang ajaib adalah tata cara Gudhel dalam membangun rumah tersebut. Semua detail dari blue print sampai eksekusi dia pergunakan perhitungan Jawa. Termasuk ke dalam uba rampe dan upacaranya segala. Dan bukan hanya tata cara seperti dalam primbon – primbon tersebut. Lebih rumit dan njlimet. Katanya primbon itu sudah terlalu bias bolehnya melakukan pendekatan induktif.

Lha ? Gudhel itu kan manusia setengah post – mo, kok ya pake mbango tulak, dhadhap serep segala ? Lalu dia menerangkan secara logis kontemporer dari segala tata cara itu. Yang masuk dalam otak ya hanya “ harus menanam pohon pisang batu di sudut tenggara “. Penjelasannya, angin kemarau di Jawa itu datang dari arah tenggara. Nah, daun pisang batu yang lebar dan berminyak itu dapat menyerap debu yang dibawa oleh angin tenggara itu.

Memang logis, tapi semuanya itu kan dapat digantikan dengan teknologi terkini ? Yang penting kan substansinya ? Tidak usah pake ritual yang njlimet itu ? Gudhel hanya tersenyum sambil memandang rumahnya yang setengah jadi. Rumah yang sederhana. Bukan kahyangan.

0 komentar:

Copyright © 2008 - Teater Sopo - is proudly powered by Blogger
Smashing Magazine - Design Disease - Blog and Web - Dilectio Blogger Template