Bikin Bikin XVII (review)

Bikin Bikin XVII akhirnya terselenggara sudah. Proses selama 3 bulan telah kami jalani, dan puncak acara pada tanggal 22,23,24 Februari 2011 dengan menghadirkan 6 repertoar telah mendatangkan penonton yang lumayan banyak. Proses yang kami jalani terhitung berat karena pada Bikin Bikin XVII ini, konsep outdoor menjadi pilihan ketika aula yang semula menjadi pilihan akhirnya harus mandek dijajaran dekanat kampus, karena alasan aula hanya dipakai untuk kegiatan akademis (baca: seminar), untuk kegiatan non akademis dan itu dari sebuah UKM, jajaran dekanat tidak mengijinkannya karena alasan ini itu dan lain sebagainya. Tapi kami mencoba memaklumi itu. Dan menghadirkan konsep outdoor adalah tantangan, pembelajaran dan pengalaman tersendiri bagi kami. Dan proses yang berat juga dialami oleh salah satu anggota kami yang juga ikut sebagai aktor di salah satu pementasan, karena ia kemarin mengalami kecelakaan parah dan mengalami operasi di kepala. Tapi karena keinginannya untuk berpentas, maka proses penyembuhannya terhitung cepat. Dan akhirnya niatannya pun terpenuhi ketika ia ikut pentas kemarin.

Proses yang dijalani dari awal Desember, mulai dari pemilihan panitia,casting,pemilihan venue, dll, telah kami jalani. Itu semua merupakan rangkaian dari proses ini, kami menikmati ini semua. Latihan demi latihan yang memakan waktu sampai malam hari (seperti biasanya) juga telah dijalani. Dan kami berterimakasih kepada hik koyor horor di ngoresan yang menjadi "pelampiasan" amarah dan nafsu makan yang terbendung pasca latihan setiap hari. Kami sering melepas penat di tempat itu.

Dan berjibaku dengan hujan bisa dibilang konsumsi kami sehari hari, karena kondisi alam yang tidak bisa ditebak, itulah resiko dari konsep outdoor. Baik pada waktu latihan artistik, GR, maupun pada waktu pentas kita semua berbasah basahan di stage. Nikmat! Pada waktu GR dan pentas, kami harus bisa memasang alat dalam kondisi hujan disertai petir dan angin yang kencang. Kejadian yang bisa dibilang "lucu" terjadi pada waktu hari kedua, di mana venue yang berada di Areal Gedung IV, serta merta porak poranda oleh hujan. Karena lokasi stage yang lebih rendah maka air meluncur deras dari atas, dan backdrop dan yang telah tepasang dan terbentuk terpaksa diamankan, dan kami beralih untuk membuat tanggul di sekitar stage karena antisipasi yang kurang sebelumnya. Mencangkul tanah, dan mencari brangkal brangkal untuk dijadikan tanggul merupakan pekerjaan sampingan selain memasang backdrop dan memasang lampu. Dan setelah hujan reda, bersih bersih stage merupakan kewajiban yang harus dilakukan dengan cara ngangsu, membersihkan stage dengan sapu ijuk dan alat alat lain yang bisa mengeringkan. Setelah dirasa bersih, CYC merupakan pilihan untuk mengeringkan stage, kami menggunakan banyak CYC untuk mengeringkan stage, dan itu merupakan solusi yang jitu. Setelah kering, kami lanjutkan kembali memasang lampu dan membenahi backdrop walaupun sudah pukul 20.00, molor dari jadwal.

Dan Tuhan masih menunjukkan KuasaNya lagi, dan KuasaNya tersebut sangat memberi pelajaran bagi kami lagi. Pelajaran kedua berkaitan dengan pembuatan tanggul lagi adalah: Buatlah tanggul yang memotong dari arus utamanya! Itu terjadi pada waktu hari kedua pementasan, tanggul jebol lagi dan menggenangi stage lagi gara gara arus air dari atas tidak terbendung. Dan kami kembali lagi mengulangi proses yang telah kami paparkan dia atas. Di hari terakhir GR, setlah GR, kami mengadakan tumpengan, seperti adat di Indonesia, dengan tumpengan dan seraya berdoa kepada Tuhan diharapkan ketiga hari pementasan tersebut bisa berjalan dengan lancar dan sukses.

Di tiga hari pementasan, lebih dari 100 orang menonton pementasan kami. Kami berterimakasih kepada para penonton yang telah menonton pementasan kami, walaupun lama menunggu untuk masuk ke venue, dan untuk itu kami meminta maaf kepada para penonton kemarin. Semoga molornya waktu bisa terobati dengan pementasan kami kemarin. Pementasan hari pertama ditandai dengan udara yang dingin dan rintik hujan, diawali dengan pementasan CELENG sutrada Bagus M.P., dengan setting sebuah makam dan jemuran semoga itu bisa menggambarkan kesan wingit, walaupun venue yang sudah wingit dari awal. Pementasan CELENG yang menggambarkan rasa penyesalan yang diderta oleh seorang istri akibat suaminya yang mendua, pementasan ini memakan waktu kurang lebih selama 25 menit. Tokoh Darsi yang di cerita menjadi gila, diperankan baik oleh Apsari walaupun kendala vokal menjadi masalah utama tapi pementasan dapat berjalan dengan lancar, dan pementasan diakhiri dengan membanting makam oleh Apsari, sebuah adegan yang mengagetkan karena pada waktu latihan ia sebenarnya tidak melakukan itu, dan itu menunjukkan bahwa ia tampil secara all out dan benar benar menjadi karakter yang lain. Setelah dihubur dengan pembagian voucher dari para sponsor, pementasan kedua diamainkan. Pementasan kedua adalah DALA dengan sutradara Surya Nugraha , sebuah naskah yang cair walaupun sebenarnya naskah ini adalah simbolisasi keadaan di Indonesia, tapi sutradara dan penulis naskah membawakan cerita ini menjadi cair. Karena naskah yang cair dan juga banyak joke joke yang dihadirkan, menjadikan mood penonton naik dengan cara merespon dengan tertawanya mereka. Apalagi ketika adegan Kolor Ijo muncul,ia "memporankporandakan" pementasan waktu itu. Sang sutradara disuruh naik ke stage pada waktu itu, akan tetapi ia tidak mau. Ditambah lagi dengan dugem mendadak di stage, seluruh pemain dan crew pada saat itu berjoget bersama dengan musik disko ala Pantura seoalah olah itu merupakan media refreshing sesaat dari kepenatan pentas. Diakhiri dengan puisi ritmis dan gerakan gerakan teatrikal sarat simbolisasi yang merupakan gambaran kapitalisme yang telah mencengkeram erat, semua elemen pada akhirnya akan tunduk pada satu jeratan yaitu: kapitalisme. Dengan lantunan lagu "Bertahan Satu Cinta" dari D'Bagindasa yang dirombak ulang habis habisan, mengantarkan penonton pulang dan mengakhiri pementasan di hari pertama.

Di hari ketiga, dalam pementasan SI MBOK hasil garapan Agung Irawan, kami "mempersembahkan" para gadis dan para pria kami yang menari dengan gemulai dan gagah. Sebuah tarian yang melambangkan isu di Indonesia pada khususnya dan seluruh dunia pada umumnya yaitu tentang isu gender di mana para istri yang selalu ditindas oleh para suami, itu semua ada karena budaya patriarki di mana seorang pimpinan keluarga yaitu ayah memegang peran penting dalam sebuah rumah tangga, tapi pada akhirnya semua itu kembali ke titik nol lagi di mana simbiosis mutualisme juga ada dalam sebuah rumah tangga, di mana suami yang membutuhkan istrinya, dan istrinya yang juga membutuhkan suaminya. Itu semua karena janji yang telah mereka ucapkan dalam sebuah ijab kabul ataupun sakramen pernikahan. Itu semua disimbolisasikan dengan gerakan berjalan berdampingan, ada juga yang pijit pijitan dan saling memadu kasih lagi, sebuah kisah romansa dalam berumah tangga, di mana konflik berakhir dengan indah. Pementasan kedua adalah TANDA SILANG, sebuah naskah hasil saduran dari Almarhum W.S. Rendra dicoba dibawakan oleh Wury cs. Pementasan ini jika dibilang berat memang berat, tapi jika kita mendalaminya akan terasa mengasyikkan. Bercerita tentang penyakit schizoprenia yang menghinggapi tubuh sang kapten sehingga ia sering merasakan halusinasi tentang kapalnya yang ia beri nama Marlini yang telah karam. Mencoba mengadirkan suasana dek kapal dalam rumahnya, sehingga ia merasakan dalam kapal yang telah lama karam. Inti dari pementasan ini adalah bagaimana kita bisa membedakan antara suatu kebenaran dan kebohongan, antara delusi,halusinasi dengan realita, dan bagaimana kita bisa belajar untuk mengendalikan itu semua bahkan kita menjadi obat untuk itu. Ahoooyyy!!!! Sutradara pada hari kedua semuanya adalah dari angkatan 2007, dan masih aktif di organisasi ini. Ini diharapkan menjadi awal mereka untuk menjadi the next director di Teater SOPO.

Pementasan hari ketiga, sebuah pentas monolog lagi, karya sutradara Sari Wuryani dengan lakon ERIN DAN ANGIN PETAKANYA. Seperti lagu "Que Sera Sera" yang menjadi lagu pengiring pementasan tersebut, apa yang akan terjadi maka terjadilah, begitulah lagu yang berkorelasi dengan isi pementasan tersebut, mengangkat isu traficking, di mana Erin yang telah sejak kecil hidup bersama dengan neneknya,pada akhirnya terpaksa dijual oleh neneknya untuk membayar utang utang sang nenek dan ia pun melakukannya walaupun ada dendam di hatinya terhadap sang nenek. Lighting pada pementasan tersebut terlihat unik dan nampaknya menjadi daya tarik tersendiri karena lampu berjumlah 3 dikatrol naik dan turun pada awal dan akhir pementasan. Pementasan terakhir adalah MUSIKALISASI PUISI SOPO dari Tim Musik SOPO dengan aransemen oleh Irawan Wijayanto. Di awal pementasan, oversett alat musik mencoba dihadirkan tanpa adanya blackout. Terkesan riuh dan chaos memang, tapi itulah yang dicoba dihadirkan untuk menghadirkan kesan keguyuban di antara kami, para anggota Teater SOPO. Terkendala dengan balancing suara, maka output yang dihasilkan menjadi sangat noise,sebenarnya lagu lagu yang dibawakan membuat kita terhanyut, tapi dengan kendala seperti itu, kami meminta maaf kembali kepada penonton terhadap ketidaknyamanan ketika mendengarkan output sound.. Lagu lagu yang dibawakan adalah antologi puisi hasil karya anggota SOPO terdahulu, sehingga untuk keluarga SOPO yang sudah menjadi alumni bisa merewind
memorinya ketika masih aktif berada di SOPO. Secara lirikal, begitu dalam terasa. Di lagu "Taman", adalah bentuk dedikasi kami kepada Almarhum Chairil Anwar karena atas jasanya kepada dunia pertunjukan maka kami ada hingga saat ini. (Semoga engkau tenang di SisiNya, dan mendapatkan tempat terbaik, terimakasih kami ucapkan). Di lagu tersebut, kami mendatangkan "bintang tamu" yang diimpor langsung dari Mesir tapi ia sekarang sudah dinaturalisasi dan memilih tinggal di Lereng Gunung Merapi atau lebih tepatnya di Muntilan, Magelang. Ia adalah Hanif "Cecak" Latifatunissa. Proses ini ia terpaksa tidak bisa ikut berkontribusi dikarenakan banjir lahar dingin yang terjadi di sekitaran Gunung Merapi, untung saja ia tidak memberikan oleh oleh berupa lahar dingin. Dalam kondisi lampu blackout, tiba tiba terdengar sebuah kata sambutan, sebuah suara yang terdengar jelas dan mengatasnamakan dirinya sebagai "Dekan". Tapi itu semua hanya guyonan yang dihadirkan oleh Mas Bagus M.P. Dengan banyolan banyolan khas Mas B (sebutan untuk Bagus M.P.) membuat penonton tertawa terkekeh kekeh. Kata sambutan yang berupa geguritan. Namun apabila pada waktu itu ada benar benar kata sambutan dari pihak Dekanat, kami mengucapkan terimakasih banyak. Mas B pada saat itu mencoba bernostalgia dengan lagu lagu dari Sio Sio, sebuah grup musik beraliran campursari dangdut yang para personelnya adalah anggota dari Teater SOPO. Kembali menjadi muda dan kembali merasakan menjadi vokalis, lagu lagu dari Sio Sio dibawakan. Pada lagu pertama "Kelingan Kelangan", dengan bernyanyi ia membuat gerakan gerakan ala SKJ '94 dengan penari latar yang menarikan gerakan gerakan ala penonton acara musik di televisi swasta. Atas kharismanya, tak salah jika ia mendapat fans yang masuk ke atas panggung untuk memberinya pot bunga. Dan dengan majunya Mas B, membuat para alumni naik ke atas panggung juga untuk mengenang masanya. Kurang lebih 3 lagu dihadirkan dari lagu lagu ciptaan Sio Sio. Dan lagu "Goodbye" menjadi klimaks pada Pentas Bikin XVII tahun ini.

Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa dan semua pihak yang ikut mendukung terselenggaranya Pentas Bikin Bikin XVII ini, dari para penonton, jajaran dekanat, para sponsor, teman teman teater se Solo, UKM se FISIP, dan masih banyak lagi. Ucapan terimakasih yang teramat banyak kami ucapkan kepada para penonton yang telah menyempatkan menonton Pentas Bikin Bikin XVII ini. Kami meminta maaf apabila pada acara kemarin ada hal hal yang membuat ketidaknyamanan penonton. Terimakasih, dan selamat berjumpa pada Pentas Bikin Bikin XVIII dan pentas pentas kami selanjutnya. Dan untuk teman teman anggota SOPO, selamat menjalani proses kembali, jalan masih panjang, kawan...

SALAM BUDAYA!

0 komentar:

Copyright © 2008 - Teater Sopo - is proudly powered by Blogger
Smashing Magazine - Design Disease - Blog and Web - Dilectio Blogger Template