Puisi Kami #02

"Ayok ayok kita maen!"
"Maenan apa aja"
"di SOPO"

"Tapi"

"Ya ya  aku mengerti maksud tapi"

Kalo gitu...
Siapa yang mau jadi pupuk bawang?

Mau, mau
Aku de'e wae
Aku ikut donk
Aku juga gah aku
La piye yowes?
Sing pupuk bawang ngacung!
Tak itunge!

(Suket Jiwa)




 

LORONG, LENTERA DAN LANGIT MALAM INI

Ketika terbaca, tulisan ini, abjad dan kalimat ini, menandakan sedikit gerutan rasa yang tersimpan, dalam…
Ketika itu masih mengalir di darah, vena dan arteri
Tapi seiring panas bumi yang semakin mendekati titik didih, embun-embun di pagi hari telah menguap, menuju kehampaan
Dan tahukah engkau arti kehampaan itu?
Kehampaan adalah dimana jiwamu terasing, terbengkalai. Menatap langit hanya ada hitam yang menyelimuti. Dan ketika kau mengambil sebatang penghabisan, maka bara apinya, asapnya, dan lekukan abu akan mengiringi dentuman detak jantungmu yang mengalun cepat tapi syahdu. Ditambah lagi dimana kau tertunduk dan segumpal mendung mendarat perlahan, mengajakmu menari bersamanya, dalam kekalutan… 

Dramatis nan ironis…

Berharap lorong ini akan kulewati. Aku butuh cahaya. Maukah kau ambilkan lentera itu sebagai 
penerangnya?
Lentera itu akan kupegang, melawati lorong ini. Berjalan dalam kebahagiaan walau langkahku sedikit gontai tak tentu arah. Kegontaianku akibat diperdaya oleh sang angin.
Yang aku inginkah adalah, langit malam ini cerah. Sehingga biarkan darahku mengalir kembali melewati vena dan arteri. Jika kulihat langit yang cerah malam ini, aku hanya ingin tersenyum, dan bernyanyi bersama angin yang sepoi-sepoi menggodaku.
Dan ketika kutengok ke lorong tadi, aku juga ingin supaya aku bisa merasakan bibirku tersenyum, tulus..
Tak peduli langkah-langkahku yang tak berarti dan sekarang pun pergi berganti menjadi abu sisa terbakar..
Yang kuinginkah sekarang adalah biarkan aku tersenyum melihat langit malam ini..
Dan biarkanlah aku juga tersenyum melihat ke belakang, lorong itu terbentang.. Jauh, jauh..
Kakiku ini sudah tak kuat menahan bebanku, sendiri..

Jika bersama…. (?)

(FLYAWAY, 11 April 2012)




 
ANOTHER BITTER TASTE OF USELESS SOUL


Tik..Tok..Tik..Tok
Menghitung detik-detik ini, sama saja mempercepat kedatangan hari penghakiman
Hari yang dimana palu hakim akan menentukan seberapa cepat kepalamu terputus kelak
Kepalamu memang pantas mendapatkannya
Tak ada isi, yang ada hanya logika semu dan cerita dari negeri antah berantah

Tik..Tok..Tik..Tok
Jam berdetak cepat, tapi migraine ini masih menyelimuti sunyi
Di atas meja itu sudah aku siapkan Revolver,
Siapa ingin menjadi sasaran tembak?
Apa? Kau bilang kepalaku? Jangan…Jangan..Aku tak berhak menyakiti diriku sendiri
Lebih baik Revolver ini kuserahkan padamu, arahkan ke kepalaku, dan aku akan hidup abadi

Tik..Tok..Tik..Tok
Mencoba bertanya..
Mengapa? Bagaimana? Akankah?
Siapa? Di mana? Apakah?
Mungkinkah? Seberapakah? Tentukah?
Inikah? Betulkah? Satukah?
Namun. Semua. Perlahan. Mati.

(FLYAWAY, 18 April 2012)




MELANKOLIA ITU…

Memang benar dan tak ada penyangkalan..
Rasa adalah misteri, yakinlah rasa itu ada. Bagi yang matanya tak terpejam
Menelusuk ke dalam celah-celah pikiran, menggenggam erat aliran darah dan membuat nafasmu tak beraturan. Seperti hidup ini. Bagai tak ada motif, statis nan melankolis, tragis..
Melankolia, kau terbangkan aku ke udara. Menari bersama mimpi, kita berjalan bersama di atas pelangi, melukis nama kita di birunya awan, sebuah deskripsi keindahan..
Melankolia, tahukah kau hamparan gersang? Aku tak takut melewatinya, karena oase penyejuk pikiran akan selalu setia menanti di sana..
Melankolia, kita adalah makhluk semesta malam. Kuajak kau berpetualang ke jagad raya. Menasbihkan nama kita sebagai petualang semesta. Kuukir parasmu dalam rasi bintang, dan ku akan mengenang itu, pelan..

Kuatur nafasku yang tersengal, ku atur detak jantungku yang tak beraturan, kunikmati sebagai sebuah penghormatan pada sebuah focus yang terbaca. Dan berkata, “Tak ada hari esok, hari ini adalah penentuan atau mati saja dalam penantian”

Aku berdiri di sini. Aku terasingkan tanpa arti. Bungkamnya tembok adalah saksi. Langkahku terhenti..
Syair-syair pujangga hanya isapan jempol belaka. Hanya ada kalimat indah tanpa makna, tanpa makna! Jika ada yang berkata indah, maka dia tak sama pintarnya denganku ketika mengeluarkan sumpah serapah..
Juliet telah membunuh Romeo! Juliet telah membunuh Romeo!
Kisah berakhir di halaman ketiga, ketika sebuah permata telah hilang sinarnya. Mendeskripsikan ulang tentang keindahan, hanyalah sebuah ilusi kontradiksi tak berdefinisi
Imajinasiku dikebiri! Obsesiku telah mati!
Kudengar di ujung jalan mereka meneriakkan, “Realitas semu! Realitas semu! Saatnya kita menghakimi realitas!!”
Seiring sebuah lagu yang berdendang, liriknya mengubur dalam-dalam sebuah harapan dan ingatan. Ketika harapan telah raib ditelan argumentasi, yang membuat malam menjadi sunyi.
Ironis, tragis, melankolis..

Berjalan dengan langkah gontai
Diguyuran air hujan yang menandai telah sirnanya sebuah perasaan
Merenung dalam kekalutan jiwa
Mencoba berpikir tentang esok masihkah ada
Mengeskploitasi bara penghabisan
Berharap ada seorang yang menuntunku pulang
Mencoba menghibur diri sendiri
Ku kan mencari, hingga langkahku berhenti..

Hiduplah hari ini, wahai sunyi…
Mendeskripsikan kelam. Murung itu indah, bukan?


(Solo, 25 Mei 2012. Inspired by a true moment, true story from another victim of something crazy called L.O.V.E. Accept the reality although the reality is more bitter. Don’t deny it! )



-FLYAWAY-




 EMPTY SOUL
 
THIS SOUL HAS BEEN CONTAMINATED
BY THE ENDLESS FEAR…
CAN NOT RUN, CAN NOT HIDE, CAN NOT SEE
I WAS BORN BLIND, DEAF AND DUMB
I CALLED THIS:

FAKE ILLUTIONS

 (FLYAWAY)



MENGETIK DAN MENULIS

Kamu sangat mungkin melakukan kesalahan ketika kamu mengetik, 
karena semua huruf telah tersedia dan kamu tinggal memilih.
Letaknya juga sudah sesuai, 
supaya kamu dengan mudah menemukan huruf yang kamu kehendaki.
Tapi kamu tidak berusaha memikirkan
apakah huruf itu tepat, 
apakah kalimat itu benar, 
dan apakah paragraf itu sempurna

Lebih mungkin bagimu untuk melakukan kesalahan, ketika kamu menulis.
Karna kamu harus berusaha lebih keras
untuk menemukan huruf yang tak tampak wujudnya, 
kalimat yang tak jelas bentuk dan polanya, 
dan paragraf yang keberadaannya dipertanyakan.
Mungkin akan ada banyak coretan yang membuatnya tidak rapi, 
atau sedikit banyak, goresan penghapus merusak kertasmu.
Mungkin kamu harus ganti kertas berulang kali agar tulisan di kertas itu sempurna.
Tapi kamu akan segera sadar, saat kesalahan itu muncul.
Dengan begitu, kamu telah banyak belajar.





HALAMAN SEPULUH

"Aku sudah sampai ke halaman seribu, atau mungkin dua ribu.
Rasanya sudah lupa kalau ada halaman sepuluh.
Ketika ingatpun, ada rasa yang membuatku malas membukanya.
Rasanya seolah ingin merobek halaman itu, jika suatu saat muncul lagi.
Tapi ketika secara tidak sengaja halaman sepuluh itu benar-benar muncul,
entah karena jatuh dalam posisi terbuka, 
atau terkena tiupan angin, 
sulit untuk menahan diri agar tidak membaca apa yang tertulis di sana, 
dan sulit untuk lanjut ke halaman lain, apalagi kembali ke halaman seribu.
Ini terjadi bukan cuma sekali dua kali.

Sekarang sudah malam.
Sudah waktunya tidur dan menutup buku.
Selamat malam halaman sepuluh.
Besok, ketika aku harus membuka buku ini lagi, 
aku akan membukanya secara acak.
Kalau ternyata yang muncul bukan kamu, 
aku tidak akan mencarimu atau berharap kamu muncul secara tidak sengaja.
Tapi mau tidak mau, aku pasti tetap teringat padamu.
Harusnya ini membuatku tersiksa, tapi nyatanya aku malah bahagia."

(Ketika kamu pikir kamu sudah move on sepenuhnya, padahal nyatanya belum sama sekali)

(Budi)




 



0 komentar:

Copyright © 2008 - Teater Sopo - is proudly powered by Blogger
Smashing Magazine - Design Disease - Blog and Web - Dilectio Blogger Template