Adakah hubungan antara puisi dan kopi? Entahlah. Yang jelas Rabu pekan lalu,
12 Juni 2013, kedua hal tersebut bisa saling bersinergi. Puisi didengarkan,
kopi disajikan. Yap, malam itu Teater SOPO kembali menggelar acara yang sudah
hampir dua tahun tidak digelar. Acara tersebut dikenal dengan Secangkir Puisi
Sebait Kopi (SPSK). Berbeda dengan SPSK pada tahun-tahun sebelumnya, pada tahun
ini kami mempunyai sebuah konsep baru yaitu mengadakannya secara eksternal –
setelah sesi eksternal ada sesi internal. Selain sebagai wadah untuk
mengapresiasi puisi, konsep baru tersebut juga dimungkinkan sebagai sarana pengakraban
dan silaturahmi antar UKM di FISIP. SPSK tahun ini mempunyai tema yang agak “berani”,
yaitu nasionalisme. Melalui acara ini diharapkan para tamu yang hadir
mengerti dan sadar bahwa negara ini sedang membutuhkan jiwa-jiwa nasionalis
yang tinggi untuk membangun negara ini.
Pada jam 20.00, acara yang bertempat di Lobby Lantai 1 Gedung 2 FISIP
UNS itupun dimulai. Acara dibuka oleh pentas bernuansa kritik dari anggota
Teater SOPO angkatan 2012. Pentas berjudul “Luka Garuda” tersebut bercerita
mengenai negara – yang disimbolkan dengan tokoh Garuda – dikhianati oleh
penguasanya sendiri, dan yang lebih parah adalah tangan-tangan asing sudah
mulai mengintervensi negara ini. Dengan setting sebuah tempat yang porak
poranda, Sang Garuda terombang-ambingkan oleh keadaan. Seketika itu pula Bendera
Merah Putih yang terpasang di tengah, ambruk. Namun pada akhirnya masih ada
anak bangsa yang mencoba untuk menegakkannya kembali.
Seusai
pementasan dari SOPO 2012, acara dilanjutkan dengan pembacaan puisi dari
beberapa UKM di FISIP seperti LKI, VISI, HIMAKOM, HMD, CENSOR, FIESTA,
MAHAFISIPA, KMF, serta anggota Teater SOPO sendiri. Ada yang membacakan puisi
karyanya sendiri, ada yang membacakan puisi karya orang lain, dan ada yang
bermusikalisasi puisi. Temanya pun beragam. Ada yang berbicara mengenai
politik, cinta, bahkan absurd. Sesi eksternal ditutup dengan sebuah dramatisasi puisi
dari anggota SOPO 2011.
Bila
malam bertambah malam, kopi pun diseduh kembali, piring-piring kertas berisi
cemilan yang kosong kembali diisi, karena acara belum terhenti. Dan pada
akhirnya, pada 22.30 acara internal pun dimulai. Di sesi awal, anggota aktif
membaca puisi secara bergantian secara sendiri-sendiri maupun per angkatan.
Setelah itu giliran para alumni yang membaca puisi. Ketika mereka di panggung,
suasana begitu intim dan khidmat. Kami terpesona, tertawa, dan bernyanyi
bersama. Benar-benar malam yang syahdu.
Tak
terasa malam telah mendekati dini hari. Ribuan kata yang terbaca harus terpaksa
berhenti. Ya, mereka harus mengalah kepada aktivitas di hari pagi. Simpan saja
bait-bait yang belum dilantunkan untuk kemudian hari. Karena keindahan kata
tidak akan pernah berhenti. Dan akan selalu tersanding dengan hangatnya kopi.
Sampai berjumpa lagi…
Salam
Budaya!
0 komentar:
Posting Komentar