MOHIK

oleh : Hendro Prabowo

Mohik is son of Gudhel, anaknya Gudhel. Pipinya tembem dan bibirnya suka ngowoh. Rambutnya njegrak tidak karuan, dari situlah dia mendapat julukan Mohik. Pada awalnya Mohik adalah bocah yang clingus. Tapi selepas slup – slupan rumah Manang, perkembangan Mohik sedikit berbeda. Dia bukan bocah clingus lagi. Pemberani dan penjelajah. Setiap sudut rumah dan perkarangannya yang baru sudah habis ia jelajahi dengan tiada bosan (tapi tetap dengan bibir yang ngowoh). Setiap bertemu dengan kawan – kawan orang tuanya, dia tidak pemalu lagi. Langsung nemplok dengan menggemaskan. Rupanya ia mulai mengenal emosi – emosi yang baru.

Sebagai seorang penjelajah, Mohik mempunyai sekondan. Anak tetangga yang seumuran dengan Mohik. Kemana – mana selalu berdua, bermain pun berdua. Siang itu pun dia sedang terlihat bermain dengan kameradnya di teras rumah. Sedangkan ayah ibunya sibuk meladeni dan becengkerama dengan para tamu. Seperti layaknya para penjual jaman dulu. Sesekali para orang tua melirik ke teras untuk mengawasi. Tiba – tiba kami dikejutkan dengan suara perkelahian di teras rumah. Rupanya Mohik tengah berkelahi dengan kameradnya. Mengejutkan memang, anak sak precil itu sudah bisa berkelahi. Rupanya mereka mulai mengenal emosi – emosi yang baru.

Segera saja Ibunya Mohik ingin melerai kedua anak itu. Tapi dicegah oleh Gudhel. “ Nanti nak berhenti sendiri “, begitu ujar Gudhel. Tentu saja perkelahian itu berhenti sendiri. Si anak tetangga a.k.a si sekondan a.k.a sang kamerad lari ke rumahnya sambil menangis. Mohik sendiri langsung nemplok Ibunya dengan mewek. Si Ibu langsung menenangkan Mohik. Para tamu cuma tersenyum. Bapaknya cuma nyengir. Agak khawatir juga melihat peristiwa itu dan menilik reputasi Gudhel dalam menjalankan Teater SOPO dulu.

Ketika ada anak buah yang sedang menghadapi permasalahan organisasi, Gudhel selalu memberi solusi yang menyesatkan. Setelah si anak buah berhasil keluar dari permasalahan, oleh Gudhel ia beri permasalahan baru dan solusi baru yang menyesatkan pula. Hingga anak buahnya bosan minta petunjuk pada dirinya. Jangan – jangan metode ini yang ia terapkan pada anaknya, si Mohik. Tapi tidak rupanya, Gudhel mrenahke mana yang salah dan benar pada Mohik. Kalau salah harus sadar akan kesalahan dan bertanggung jawab. Kalau benar harus dilabuhi sampai saat terakhir. Let them taste the sweet of blood shall they know the bitter of pain.

0 komentar:

Copyright © 2008 - Teater Sopo - is proudly powered by Blogger
Smashing Magazine - Design Disease - Blog and Web - Dilectio Blogger Template